10 March 2012

Dinamika Masisir; Antara Khidmah dan Kepentingan

Oleh : Mohamad Bakri

Kehidupan berdinamika bagi masisir memang tidak bisa dilepaskan. Baik itu dinamika berkuliah, talaqqi, kajian, berorganisasi, jurnalistik, maupun bekerja demi menyambung hidup, dan lain sebagainya. Masisir dengan segala bentuk dan warnanya, dari latar belakang yang beragam, banyaknya tipikal, mentalitas yang berbeda-beda, serta tingkat kecerdasan yang beraneka rupa, dapat mempengaruhi pola pikir masisir. Bagi masisir yang belum mengerti, atau yang masih tengok kanan dan tengok kiri, tentu akan mudah disetir ke berbagai arah oleh masisir lain, baik oleh senior maupun sepadan yang lebih mengerti dalam dinamika.

Dinamika yang marak di kalangan masisir adalah dinamika organisasi kemahasiswaan. Baik organisasi induk, kekeluargaan, senat, almamater, afiliatif dan sebagainya. Kesemua organisasi tersebut tentu memiliki kesamaan dalam visi, misi dan prioritas. Yakni menjadikan mahasiswa yang aktif dalam organisasi tersebut, mahasiswa yang sebenar-benarnya mahasiswa pada umumnya. Bertanggung jawab, bergerak demi kemaslahatan, cerdas, cekatan dalam menyelesaikan masalah, peka sosial serta pandai bersosialisasi. Dan satu lagi, ambisius. Namun ambisiusitas ini diarahkan kepada hal-hal baik. Maklum adanya karena kebanyakan mahasiswa adalah para pemuda.

Masisir yang memiliki notabene insan akademis-organisatoris, memiliki prinsip dasar yaitu khidmah. Khidmah berarti menolong, kemudian maknanya meluas menjadi mengabdi. Masisir yang bekerja demi organisasi manapun tanpa terkecuali, merupakan wujud khidmah. Menghidupkan dinamika organisasi, mewujudkan kebersamaan, merupakan bentuk khidmah. Dinamika organisasi diantaranya berlomba mengadakan event-event yang bermanfa’at, baik masif maupun non-masif. Ini baik jika prinsipnya adalah sama-sama ber-khidmah. Namun lain halnya jika dinamika ber-khidmah ini dimanfa’atkan oleh pihak tertentu yang membawa kepentingan seperti partai politik.

Partai politik cenderung egois-oportunis. Mementingan diri sendiri tanpa memperdulikan orang lain. Bahkan menghalalkan segala cara demi kepentingannya. Jikapun mereka peduli, maka kepedulian itu hanyalah pencitraan belaka. Mereka pun cerdik dalam memanfa’atkan segala macam situasi dan kondisi. Termasuk kehidupan dinamika organisasi masisir, pun dimanfa’atkan. Bahkan menjadi objek utama kepentingan mereka. Sehingga aktifitas ber-khidmah masisir dicampuri bahkan dikotori oleh kepentingan mereka. Akibatnya adalah ketidak-seimbangan dinamika.

Lalu, jika dinamika masisir telah dicampuri oleh kepentingan partai politik, apakah masih pantas disebut khidmah? Jawabannya adalah tidak. Khidmah adalah berbuat, bekerja, berusaha, menolong, mengabdi dan berupaya agar bermanfaat untuk orang lain tanpa berharap agar mendapat balasan ataupun sekedar pujian demi pencitraan pribadi maupun golongan ataupun kepentingan lainnya yang dapat merusak eksis khidmah. Seperti partai politik yang berbuat demi pencitraan agar mendapat perhatian masyarakat. Na’uudzu Billaahi Min Tilka. Dan itu tidak bisa disebut khidmah. Khidmah lebih cenderung kepada laku ikhlas yang diibaratkan dengan tangan kanan memberi tangan kiri bersembunyi.

Swessry A 10th Nasr City, Maret 2012

0 komentar:

Post a Comment