30 October 2012

Sumpah Pemuda

Selama ratusan tahun, Kerajaan Protestan Belanda menjajah bangsa Indonesia. Memeras hasil kekayaan alam dan sumberdaya manusia dengan semena-mena untuk dinikmati olehnya sendiri serta dibawa pulang ke Belanda, sedangkan bangsa Indonesia sebagai pribumi tidak bisa menikmatinya dengan leluasa. Layaknya orang yang teraniaya, rakyat Indonesia tentunya berusaha melawan kejahatan itu dengan sekuat tenaga. Namun perlawanan itu sia-sia karenakurangnya kekuatan. Kalaupun berhasil, itu tidak sepenuhnya mengusir penjajah dari Indonesia karena perlawanan tersebut tidaklah menyeluruh. Hanya sebatas perlawanan mandiri dari satu komunitas di perkampungan, misalnya. Sehingga Belanda yang masih hidup dan berhasil lolos dapat berpindah dari satu markas ke markas yang lain yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. 

Sebagai bentuk reaksi para pemuda Indonesia terhadap pemerintah kolonial dan atas kepedulian mereka kepada nasib rakyat Indonesia, pada tanggal 20 Mei 1908, didirikanlah organisasi pemuda yang dinamakan Budi Utomo. Organisasi pemuda yang menurut penulis adalah organisasi penggalang kekuatan para pemuda skala nasional dengan strategi halus mengelabuhi Belanda dengan kegiatan sosial, kebudayaan, perekonomian rakyat dan yang lebih penting adalah kegiatan kependidikan. Hari itu diperingati sebagai hari kebangkitan nasional. Karena pada saat itu adalah awal kebangkitan rakyat Indonesia dari keterpurukan, bersatu untuk sama-sama memiliki orientasi merdeka dari penjajahan dan melawan kolonialisme baik dengan otot (kekuatan fisik) maupun dengan otak (strategi) yang diprakarsai oleh Dr. Sutomo. Ini merupakan titik awal yang terang bagi bangsa Indonesia untuk meraih kemerdekaan.

Selanjutnya pada tahun 1926 diselenggarakan Kongres Pemuda I dengan hasilnya adalah bersatunya para pemuda dari segala daerah, meski belum terlalu berhasil karena para pemuda masih menonjolkan rasa kedaerahannya. Kemudian diselenggarakan Kongres Pemuda II pada tanggal 27 dan 28 Oktober 1928 yang menghasilkan Trilogi Sumpah Pemuda yang dikonsep oleh Muhammad Yamin dan dibacakan oleh Sugondo. Sumpah Pemuda merupakan konsepsi awal NKRI. Pada saat itu, disepakati sebuah nama bangsa, yaitu bangsa Indonesia, ditetapkannya Indonesia Raya sebagai lagu kebangsaan, serta bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu antardaerah. Sumpah Pemuda adalah langkah lanjutan dari Kebangkitan Nasional. Kesatuan para pemuda dan kematangan konsep membuat bangsa Indonesia semakin optimis akan tercapainya kemerdekaan Indonesia. Hingga pada 17 Agustus 1945 tercapailah cita-cita agung tersebut.

Kami Putra dan Putri Indonesia, Mengaku Bertumpah Darah Yang Satu, Tanah Air Indonesia
Tumpah darah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti tempat kelahiran. Begitu pula dengan tanah air memiliki arti negeri tempat kelahiran. Para pemuda yang lahir di daerah masing-masing, menyatukan nama tempat kelahiran mereka, yaitu Indonesia. Kalimat sumpah pertama pada Sumpah Pemuda ini mampu menyatukan semangat nasionalisme para pemuda. Karena tanah kelahiran adalah tempat yang dimuliakan dan yang wajib dibela dan dipertahankan apalagi jika ada yang mengusiknya. 

Kami Putra dan Putri Indonesia, Mengaku Berbangsa Yang Satu, Bangsa Indonesia
Setelah sumpah pertama yang berisi komitmen kesamaan sejarah, maka kalimat sumpah yang kedua ini merupakan tingkatan kedua setelah terbangunnya fondasi kebersatuan semangat juang yang ada dalam hati masing-masing pemuda. Para pemuda dan pemudi bersumpah untuk membangun dan bernaung pada bangsa yang satu, yaitu bangsa Indonesia. Mereka membangun bangsa, mempersatukan kakek buyut mereka dalam satu keturunan, mengumpulkan berbagai adat istiadat masing-masing lalu menyerahkannya pada satu kepemilikan, yaitu Indonesia, berusaha menyatukan bahasa, menyatukan sejarah dan membentuk pemerintahan yang menjadi cikal bakal pemerintahan Republik Indonesia setelah merdeka.

Kami Putra dan Putri Indonesia, Menjunjung Bahasa Persatuan, Bahasa Indonesia
Persatuan dan kesatuan para pemuda sudah terbangun dengan kokoh melalui dua kalimat sumpah yang telah disebutkan. Namun, persatuan dan kesatuan yang sudah terbangun belumlah sempurna jika belum ada satu media bahasa yang mempersatukan. Mengingat bangsa Indonesia yang majemuk terdiri dari suku-suku dan daerah-daerah yang memiliki bahasa yang berbeda-beda. Kesatuan bahasa itu sangat diperlukan sebagai alat komunikasi dan interaksi dalam satu komunitas. Sementara para pemuda dari segala penjuru tanah air telah bersatu padu membangun komunitas baru, yaitu Indonesia. Oleh karena itu, para pemuda dan pemudi Indonesia bersepakat dan bersumpah untuk menjunjung bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Dengan sumpah pemuda, para pemuda dan pemudi Indonesia dulu bersatu padumempelopori klimaks perjuangan bangsa Indonesia hingga tercapailah cita-cita kemerdekaan Indonesia yang diproklamirkan oleh Sukarno-Hatta pada 17 Agustus 1945. 

Setelah kemerdekaan, tugas keberlangsungan pengejawantahan kalimat-kalimat sumpah pemuda otomatis diambil alih oleh generasi pemuda selanjutnya. Dan dalam perjalanannya tentu mengalami berbagai macam romantika. Hingga saat ini, pengejawantahan atau realisasi dari sumpah pemuda semakin sulit dirasakan. Nilai-nilai sumpah pemuda semakin lama semakin memudar. Tawuran di mana-mana, primordialisme kian suburnya, sistem pemerintahan yang kacau tidak tertata, serta generasi muda masa kini yang gemar mencampuradukkan bahasa Indonesia dengan bahasa asing dan bahasa-bahasa alay yang merajalela, adalah beberapa contoh memudarnya nilai-nilai sumpah pemuda.

Tugas pemuda zaman sekarang lebih berat. Karena mengisi kemerdekaan, mempertahankan dan melestarikan konsep serta nilai-nilai yang telah diperjuangkan dan dirumuskan oleh para pendahulu lebih berat ketimbang menyusun strategi dan memperjuangkan kemerdekaan. Kalau tidak bisa bertahan, bisa jadi akan dijajah lagi. Namun dijajah secara konsep, nilai, bahasa, ide dan pemikiran. Akan tetapi jika bisa bertahan, para pemuda bersatu padu menghayati dan mengejawantahkan hakikat sumpah pemuda serta berani melawan, maka wujud ideal Indonesia yang diharapkan oleh para pahlawan bukanlah sebatas angan.

*Tulisan ini pernah dimuat di media mahasiswa Indonesia di Mesir, Buletin Tërobosan edisi interaktif sumpah pemuda, 30 Oktober 2012 dan www.shighor.com

19 October 2012

Ada Degradasi Bahasa; Hapuskan Saja Peringatan Sumpah Pemuda!

Salah satu kekayaan yang begitu berharga bagi bangsa Indonesia adalah bahasa. Bahasa-bahasa daerah, dan tentunya bahasa Indonesia itu sendiri. Seiring kemajuan zaman, nuansa berbahasa Indonesia itu semakin menghilang. Orang-orang lebih suka menggunakan bahasa yang inggris-inggris. Tidak masalah kalau sepenuhnya menggunakan bahasa Inggris yang baik dan benar. Berbicara dengan bahasa inggris sesuai keadaan dan kebutuhan. Akan tetapi, orang-orang semerta menggunakan bahasa inggris seenaknya sendiri. Mencampur bahasa inggris dengan bahasa Indonesia. Hingga terjadilah degradasi bahasa Indonesia.

Misalnya dalam berbicara, orang-orang lebih suka bilang “fine” daripada berkata “baiklah”. Lebih enak bilang “thank you” daripada berkata “terima kasih”. Lebih puas bilang “as soon as possible” daripada berkata dengan ungkapan bahasa Indonesia “lebih cepat lebih baik” dan seterusnya. Ungkapan-ungkapan inggris ini diselipkan di sela-sela berbicara mereka dengan menggunakan bahasa Indonesia. Bukankah ini adalah hal yang tanggung? Ngomong inggris tidak, ngomong Indonesia pun tidak. Lalu sebenarnya mereka sedang berbicara menggunakan bahasa apa? Dia orang inggris apa orang Indonesia?

Jika orang-orang seperti ini terus dibiarkan, maka tidak saja degradasi budaya yang terjadi, bisa-bisa sampai kepada degradasi moral. Misalnya, terlihat biasa jika orang-orang seperti ini berinteraksi dengan komunitasnya atau orang-orang sebaya. Akan tetapi akan terlihat lain, tidak sopan jika dengan orang-orang yang lebih tua atau yang lebih tua lagi, atau bahkan orang-orang tua yang dulu ikut andil dalam perang kemerdekaan. Tentunya mereka akan merasa kecewa melihat kondisi bangsa sekarang yang kemerdekaannya diisi oleh orang-orang yang kesana-kemari dengan mudah dan rasa tak bersalahnya bilang “fine, fine, fine”.

Orang-orang seperti itu tidak boleh dibiarkan menjangkiti generasi berikutnya. Mereka telah mengingkari dan melanggar janji sumpah pemuda yang berbunyi “kami putra-putri Indonesia menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia”. Entah, sumpah pemuda setiap tahun diperingati namun kondisi yang diharapkan oleh ritual sumpah pemuda tidak semakin baik. Apakah peringatan sumpah pemuda hanya dijadikan sebagai momen tahunan tanpa arti atau hanya pencitraan kepada para pendahulu saja agar mereka tidak murka? Kalau begitu, hapuskan saja peringatan sumpah pemuda!

Bahasa adalah cerminan jatidiri bangsa. Tanpa bahasa, Indonesia bukanlah apa-apa. Dampak degradasi bahasa tak disadari secara langsung oleh para pemuda sebagai penerus Bangsa. Mau dibawa kemanakah Bangsa ini ke depannya? Siapa lagi kalau bukan kita para pemuda dan seluruh elemen bangsa yang menjaga otentisitasnya dan melestarikan keberadaannya? Ini tugas bersama!

Tub Romly, 18 Oktober 2012 1:23 pm