28 November 2011

Menunggu dan Macet

Oleh : Mohamad Bakri

Ada ungkapan, hal yang paling membosankan adalah menunggu. Waktu yang seharusnya bisa dipergunakan untuk hal lain yang bermanfa’at, malah digunakan hanya untuk menunggu. Kegiatan yang dilakukan dengan intensitas yang tinggi dan padat memang memiliki potensi membuat orang bosan. Karena menurut penelitian, kebanyakan orang suka terhadap hal baru yang belum pernah dirasakan sebelumnya.

Salah satu contoh kegiatan menunggu yang membosankan adalah menumpangi kendaraan di tengah kemacetan yang panjang. Ketika orang sudah merasa bosan, maka akibatnya adalah timbulnya pikiran-pikiran negatif yang menjadikan darah mengalir cepat hingga timbul rasa marah terhadap apapun dan siapapun yang ada di sekelilingnya.

Dalam keadaan seperti itu, seringkali timbul beberapa pertanyaan dalam pikiran, misalnya : “kok macet ya?”, “di depan sana ada apa sih?”, “emang gak ada polisi ya?”, “mobil di depan kok gak maju-maju sih?”, dan lain-lain. Apalagi ketika cuaca yang terlalu panas atau cuaca yang terlalu dingin. Ditambah dengan rasa haus dan perut yang lapar. Dalam keadaan seperti ini, rasa marah mudah timbul dan orang akan dengan sangat mudah mengeluarkan kata-kata makian dan sebagainya.

Sebenarnya semuanya itu tidak akan terjadi jika orang itu memfungsikan pikiran positif yang ada. Berpikir secara jernih dengan mengedepankan akal sehat, melakukan relaksasi kecil dengan menarik nafas dan menghembuskannya secara perlahan, serta meningkatkan kesabaran. Kesemuanya itu bisa membuat segala hal negatif akibat macet menjadi berkurang bahkan hilang. Insya Allah.

Namun perlu diketahui bahwa menunggu tidak selalu membosankan. Ada juga menunggu yang menyenangkan seperti pada saat kita sedang menunggu, diisi dengan hal-hal yang menyenangkan apapun itu. Misalnya membaca, menyanyi, mengobrol, bercanda, main game dan sebagainya. Bahkan menunggu jawaban dari orang yang dicintai setelah mengajukan pertanyaan kepadanya pun menyenangkan.

Wallaahu A’lam.

Kairo, 29 November 2011

27 November 2011

Cirebon; Cangkol dan Karanggetas


Oleh : Mohamad Bakri

Dialah Syekh Magelung Sakti. Menurut sumber sejarah yang penulis dapatkan, dia bernama Soka. Dan kala itu di Cirebon orang biasa memanggilnya Raden Soka. Berasal dari negeri Syam di Timur Tengah. Dia pendekar sakti mandraguna. Ilmu kanuragan yang dia miliki tidak diragukan lagi. Kesaktiannya melebihi lawan-lawannya pada setiap perang tanding. Hampir tidak ada yang bisa mengalahkan kehebatannya dalam adu kesaktian. Dia benar-benar ksatria muslim yang ideal pada masanya.

Namun, di dunia ini tidak ada yang sempurna kecuali Tuhan yang maha sempurna. Ada hal yang tidak bisa dilakukan oleh Raden Soka. Yaitu memotong rambutnya yang terus tumbuh dan memanjang hingga bermeter-meter. Bahkan tidak ada yang bisa memotong rambutnya walaupun dengan berbagai cara dan segala alat. Bagi manusia biasa, memotong rambut adalah hal yang sangat mudah. Namun bagi Raden Soka, ini adalah hal yang sulit dan merupakan masalah besar. Maka dari itu, dia melakukan pengembaraan ke berbagai negeri untuk mencari orang yang bisa memangkas rambutnya hingga menjadi pendek.

Dalam pengembaraan, Raden Soka mendapatkan wangsit (petunjuk) bahwa yang bisa memotong rambutnya adalah orang Jawa, yakni Syekh Syarif Hidayatullaah di Cirebon. Bergegaslah dia menuju tanah Cirebon. Tanah dimana pertama kali terasi dibuat oleh Mbah Kuwu Cirebon. Sesampainya di Cirebon, Raden Soka mencari Syekh Syarif. Bertanya ke setiap orang yang ditemuinya. Hingga bertemu lelaki tua tukang rumput yang sedang ngarit (mencari rumput segar untuk makanan ternak, biasanya untuk kambing, sapi atau kerbau) di hutan.

Raden Soka bertanya pada lelaki tua tukang rumput itu tentang keberadaan Syekh Syarif. Namun tukang itu malah berkata bahwa dia mampu memotong rambut Raden Soka dengan aritnya (alat untuk ngarit). Raden Soka tidak percaya. Tapi karena dia adalah ksatria, maka dengan ikhlas dia mempersilahkan tukang rumput untuk memotong rambutnya dengan arit tersebut.

Dipangkasnya rambut Raden Soka oleh tukang rumput. Spontan Raden Soka berlutut berterima kasih dan ingin dijadikan murid oleh tukang rumput tersebut. Tukang rumput itu mengungkapkan kepada Raden Soka bahwa dia adalah Syarif Hidayatullah. Lalu Syekh Syarif menggelung (mengikat) rambut Raden Soka. Kemudian Syekh Syarif memberi nama Syekh Magelung Sakti kepada Raden Soka. Sejak saat itu, nama tersebut dipakai olehnya hingga wafat dan masyhur sampai saat ini.

Ketika rambutnya dipotong, ujung rambutnya nyangkol (tersangkut) di pohon yang letaknya ratusan meter dari tempat rambutnya dipotong. Betapa panjang rambut Raden Soka. Akhirnya, hutan tempat dipangkasnya rambut Raden Soka itu diberi nama Karang Getas, yang artinya hutan rapuh. Karena pada saat itu, rambut Raden Soka yang kuat bisa menjadi rapuh ketika memasuki hutan itu. Dan tempat tersangkutnya ujung rambut Raden Soka diberi nama Cangkol. Yang artinya sangkut. Karena rambut Raden Soka yang tersangkut di tempat tersebut.

Sekarang Karanggetas adalah nama jalan di kelurahan Panjunan kecamatan Lemahwungkuk kota Cirebon. Jalan ini merupakan jalan satu arah ke arah selatan. Di jalan Karanggetas terdapat banyak pusat perbelanjaan atau supermarket. Diantaranya Surya Toserba, Asia Toserba dan Yogya Toserba.

Sedangkan Cangkol sekarang adalah nama komplek di kelurahan/kecamatan Lemahwungkuk kota Cirebon. Disana ada Jalan Yos Sudarso, jalan ini merupakan salah satu jalan utama menuju Brebes, Jawa tengah dari arah Indramayu. Truk-truk besar dari Jakarta yang menuju Jawa Tengah lebih memilih melewati jalan ini karena memang tidak melewati Terminal Bus Harjamukti yang agak jauh. Di jalan Yos Sudarso terdapat kantor pos dan kantor cabang beberapa bank. Diantaranya Bank Mandiri, Bank BNI, dan lain-lain sampai Bank Indonesia juga ada di jalan tersebut.

Wallaahu A’lam…



Kairo, 10 November 2011